Transparansi tidak hanya dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan
urusan publik saja, melainkan juga diperlukan
untuk menggalang relasi antarmanusia yang
harmonis dan baik. Transparansi pribadi adalah
keterbukaan wajar yang dilandasi keberanian
untuk jujur terhadap diri sendiri dan jujur
terhadap orang lain.
Konon, Barbara Bush, mantan ibu negara
Amerika Serikat, oleh rakyatnya dikenal sebagai
tokoh yang menampilkan transparansi pribadi
mengagumkan. Wanita ini tidak malu
mengungkapkan di depan umum bahwa dirinya
memiliki banyak keriput di sekujur kulit tubuhnya.
Ternyata keterbukaan Barbara itu tidak
menimbulkan cemoohan melainkan justru
penghargaan dari rakyat. Warga Amerika
merasakan betapa Barbara adalah juga manusia
biasa seperti mereka. Rakyat merasakan betapa
Barbara dekat dengan mereka, dan dalam
berbagai hal, senasib dengan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa merasakan
betapa tidak enaknya menjalin hubungan dengan
orang yang serba tertutup. Orang yang sangat
tertutup adalah insan yang dihantui ketakutan
antisipatoris tertentu. Yakni rasa takut lantaran ia
mengantisipasi secara berlebihan akibat-akibat
buruk yang diyakininya pasti akan timbul jika
membuka diri secara wajar di hadapan orang
lain. Bisa dibayangkan, ketakutan antisipatoris ini
tentu akan merupakan beban tersendiri. Padahal,
setiap ketakutan yang berlangsung lama (kronis),
menjadi beban psikis yang sangat melelahkan,
bahkan bisa melumpuhkan. Maka orang yang
digelantungi ketakutan antisipatoris itu akan tampil
kaku, terkesan terlalu serius, tak bisa santai,
kurang humor, dan sulit dimengerti oleh orang
lain.
Pada titik ini, sesungguhnya orang yang serba
tidak transparan itu semakin menjauhkan dirinya
dari orang-orang lain, dan membuat dirinya tidak
disukai orang lain. Ketertutupan yang berlebihan
juga berakibat tampilnya kesan angkuh dan
menimbulkan kekikukan dalam relasi antar
sesama. Dalam kadar yang membahayakan, bisa
mencetuskan rasa saling curiga yang destruktif.
Tak bisa disangkal, setiap orang memang bisa
dan berhak memiliki rahasia pribadi. Normal
sajalah, kalau manusia sebagai pribadi, punya
hidden agenda (rencana pribadi yang tidak
dibeberkan secara terbuka di hadapan orang) atau
memiliki secret pocket (rahasia pribadi yang
sangat memalukan jika diketahui orang lain).
Namun, setiap hidden agenda dan secret pocket
selalu membuahkan beban pada tataran dinamika
jiwa. Penjagaan agenda rahasia atau rahasia
pribadi hanya dapat dilakukan dengan
pengerahan energi psikis secara terus-menerus.
Tindakan merahasiakan sesuatu pasti harus
didukung pengerahan energi psikis terus-
menerus. Kalau hal ihwal yang harus dirahasiakan
itu sangat banyak, tentulah penjagaan rahasia
pribadi akan menjadi beban berat yang sangat
melelahkan.
Kondisi ini menjadikan seseorang tak bisa tampil
baik dalam menggalang relasi dengan sesama
karena energi psikisnya terkuras untuk menjaga
rahasia pribadi. Artinya, ia tak punya sisa waktu
dan tenaga guna memberi perhatian pada orang
lain. Akibat yang lebih jauh lagi adalah munculnya
aneka komplikasi relasi yang menimbulkan
kerenggangan, bahkan rasa permusuhan. Oleh
karena itu sebaiknya, jangan memiliki rahasia
pribadi atau rencana pribadi yang terlalu banyak.
Justru demi keharmonisan relasi antarmanusia,
setiap insan perlu berupaya sejauh mungkin
meminimalkan segala sesuatu yang bersifat
rahasia. Dengan demikian, kalau tidak dibebani
banyak rahasia pribadi yang harus dipertahankan
terus-menerus, jiwa (psike) seseorang akan
semakin sehat.
Yang penting jangan lupa bahwa pada dasarnya
setiap insan normal memiliki kepekaan merasakan
fakta (baik berupa kelemahan maupun kekuatan)
yang ada pada sesamanya. Ini kebenaran penting
yang boleh diyakini. Sesungguhnya, kendatipun
seseorang berupaya keras menutup-nutupi
kelemahannya di hadapan orang-orang lain,
bersit-bersit kelemahan itu tetap bisa dirasakan
keberadaannya oleh orang-orang lain. Meskipun
barangkali kelemahan itu tidak dapat diketahui
secara jelas dan rinci karena memang ditutup-
tutupi dengan cara sangat "canggih". Namun,
tanpa mengetahui secara jelas dan rinci pun,
orang lain bisa merasakan kelemahan itu. Fakta ini
juga melandasi anjuran supaya manusia berani
tampil dengan keterbukaan wajar, dengan
transparansi yang masuk akal, dan
meminimalkan hal ihwal pribadi yang
dirahasiakan.
Transparansi pribadi memang merupakan daya
efektif yang sangat penting untuk
menumbuhkembangkan relasi antarmanusia
yang baik dan serasi. Transparansi pribadi akan
mengantar manusia pada kedekatan dengan
sesamanya. Kalau jalinan relasi tersebut dilandasi
transparansi pribadi yang wajar, manusia akan
makin mampu menghayati persamaan-
persamaan di antara mereka. Kondisi ini akan
membuat kita semakin saling mengerti, saling
menerima, saling mengasihi. Pada titik ini,
keanggunan relasi yang sukses, sungguh
terwujud.
Di sisi lain, memang, fakta pentingnya
transparansi pribadi meniscayakan setiap insan
berani menghargai dan menghormati
keterbukaan sesamanya. Orang yang berupaya
membuka diri secara wajar, seyogianya tidak
dicemoohkan. Bahkan orang yang membeberkan
kelemahan pribadinya di depan publik, jangan
dicemoohkan, jangan dilecehkan. Inilah sikap
mental yang harus ditumbuhkembangkan,
sebagai konsekuensi logis apresiasi atas
transparansi pribadi.
Sudahkah Anda berupaya mengurangi sejauh
mungkin hal ihwal pribadi yang dirahasiakan?
Sudahkah Anda menghargai dan menghormati
keterbukaan orang lain, dan tidak mencemooh
siapa pun yang bersedia membeberkan
kelemahannya di hadapan Anda?
(dr. Limas Sutanto DSJ, pengamat psikososial dari
STFT Widya Sasana, Malang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar